“Untuk pertama kalinya,” engkau mulai bercerita,
”aku jatuh cinta pada seorang wanita. Terlampau sering aku mengingatnya, bahkan dalam ketidaksengajaan. Meski begitu, aku pun menuruti nasihatmu: jangan mencari pembenaran atas setiap kejadian. Persiapkan dirimu sebaik mungkin. Ketika telah kau siapkan semuanya, temuilah orang tuanya.”
Ah, ternyata ia mengingat baik ucapanku itu. Sebuah nasihat yang kudapatkan dari beberapa orang di sekelilingku, semasa aku masih bekerja di sebuah instansi pemerintah dulu.
“Dan kamu tahu yang terjadi selanjutnya?”, engkau menanyaiku. “Tatkala aku mempersiapkan diri, seperti nasihatmu itu… semuanya berakhir!” suaramu parau.
“Maksudmu?”
“Ya! Semua berakhir!” terlihat matamu mulai berkaca-kaca.
“Tatkala aku mempersiapkan diri untuk meminangnya, tatkala aku berusaha menjaga batasan-batasan,” lanjutmu, ”sebuah undangan pernikahan atas namanya kuterima.”
“……”
“Dan yang lebih menyakitkan, di dalam undangan itu tertulis namamu juga.”
Deg! Ternyata…..
***
Waktu pun berlalu, menyisakan kenangan dan pengalaman yang mendewasakan. Hingga suatu hari…
“Aku ingin minta tolong,” ujarmu.
“Minta tolong apa? Insya Allah akan kubantu semampuku.”
“Aku… aku ingin…”
“Ingin apa?”
Engkau malah membisu beberapa saat.
“Aku ingin melamar seseorang.”
Finally. Aku bersyukur, turut bahagia. Peristiwa yang ‘lalu’ sudah ia lupakan. Dan aku pun berjanji akan membantumu, semampuku.
“Wah, sudah ada yang nyangkut di hati?” tanyaku sambil bercanda. “Jadi kapan rencananya?”
Ia ternyata meminta tolong untuk ditemani melamar seseorang.
“Minggu depan.”
***
Hari yang ditentukan pun tiba. Aku sudah siap-siap sejak pukul 07.00 WIB. Akan tetapi, belum muncul tanda-tanda kedatanganmu. Padahal kemarin kau bilang akan tiba di rumah sebelum pukul tujuh.
Satu jam, dua jam berlalu. Akhirnya kau datang juga, pakaianmu nampak rapi. Tapi sepertinya ada sesuatu yang agak aneh.
Pertanyaanku terjawab saat kau mulai bercerita di ruang tamu. Engkau agak gelisah. Tanganmu selalu mengusap kening. Ah, memang seperti ini sikap oarang yang grogi akan melamar. Pikirku. Engkau mengeluarkan handphone-mu dari saku. Lalu kau sodorkan kepadaku. Sepertinya ada yang harus kubaca dari situ. Halaman facebook.
Nampaknya ada kabar bahagia yang belum sampai kepadaku.
Itu adalah sebuah postingan di dinding facebook wanita yang ingin kau lamar.
“Maksudnya? Apa sudah tersebar info bahwa kau akan melamarnya?”
“Bukan… bukan…”
Aku semakin bingung.
“Ia sudah akan menikah, dengan oran lain.”
Deg! Kaget, bercampur sedih. Aku pun kehilangan kata-kata. Semoga Allah akan memberimu jodoh yang lebih baik…
Gerimis turun di hari itu, tepat setelah semuanya terungkap. Seolah ia turut bersedih dengan apa yang terjadi padamu. Ah, tapi bukankah pelangi pun bisa muncul selepas gerimis?